Tingkatan Hadits Shahih

1. Bila diriwayatkan dengan sanad-sanad dari “ashahhul asanid” (sanad paling shahih) seperti Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar.
2. Bila disepakati oleh Bukhari dan Muslim (muttafaq’alaih).
3. Bila diriwayatkan oleh Bukhari saja.
4. Bila diriwayatkan oleh Muslim saja.
5. Bila sesuai syarat keduanya meskipun tidak diriwayatkan oleh keduanya.
6. Bila sesuai syarat Bukhari saja meskipun tidak diriwayatkan olehnya.
7. Bila sesuai syarat Muslim saja meskipun tidak diriwayatkan olehnya.
8. Apabila shahih menurut para ulama selain Bukhari dan Muslim (seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban), dan tidak sesuai syarat keduanya.

Tingkatan Para Perawi

1. Di antara mereka Ats-Tsabt (yang teguh), Al-Hafizh (yang hafalannya kuat), Al-Wari’ (yang saleh), Al-Mutqin (yang teliti), An-Naqid (yang kritis terhadap hadits). Yang mendapat predikat demikian ini tidak lagi diperselisihkan, dan dijadikan pegangan atas Jahr dan Ta’dil-nya, dan pendapatnya tentang para perawi dapat dijadikan sebagai hujjah.

2. Di antara mereka ada yang memiliki sifat Al-‘Adl dalam dirinya, tsabt teguh dalam periwayatannya, shaduq jujur dan benar dalam penyampaiannya, wara’ dalam agamanya, hafizh dan mutqin pada haditsnya. Demikian itu adalah perawi yang ‘adil yang bisa dijadikan hujjah dengan haditsnya, dan dipercaya pribadinya.

3. Di antara mereka ada yang shaduq, wara’, shaleh dan bertaqwa, tsabt namun terkadang salah periwayatannya. Para ulama yang peneliti hadits masih menerimanya dan dapat dijadikan sebagai hujjah haditsnya.

4. Di antara mereka ada yang shaduq, wara’, bertaqwa namun seringkali lalai, ragu, salah, dan lupa. Yang demikian ini boleh ditulis haditsnya bila terkait dengan targhib (motivasi) dan tarhib (ancaman), kezuhudan, dan adab, sedangkan dalam masalah halal dan haram tidak boleh berhujjah dengan haditsnya.

5. Adapun orang yang nampak darinya kebohongan maka haditsnya ditinggalkan dan riwayatnya dibuang.
(Muqadimah Al-Jarh wa At-Ta’dil:1/10)

Ilmu Rijalul Hadits

Dinamakan juga dengan Ilmu Tarikh Ar-Ruwwat (Ilmu Sejarah Perawi) adalah ilmu yang dengannya dapat diketahui keadaan setiap perawi hadits, dari segi kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, orang yang meriwayatkan darinya, negeri dan tanah air mereka, dan yang selain itu yang ada hubungannya dengan sejarah perawi dan keadaan mereka.

Ilmu ini berkaitan dengan perkembangan riwayat. Para ulama sangat perhatian terhadap ilmu ini dengan tujuan mengetahui para perawi dan meneliti keadaan mereka, karena dari situlah mereka menimba ilmu agama. Muhammad bin Sirin mengatakan, “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu.”*(Muqadimah Shahih Muslim)

Maka dengan Ilmu Tarikh Rijal Al-Hadits ini akan sangat membantu untuk mengetahui derajat hadits dan sanad (apakah sanadnya muttashil atau munqathi’).

Diambil dari:
Pengantar Studi Ilmu Hadits
Syaikh Manna’ Al-Qaththan
Pustaka Al-Kautsar

Ibnul Qayyim telah menguraikan secara gamblang, bagaimana iblis dan bala tentaranya menguasai manusia. Mudah-mudahan anda menjadi yakin bahwa sesungguhnya anda dalam keadaan perang sengit yang terus berkecamuk dengan musuh Allah: iblis dan bala tentaranya.

Raja kekafiran itu berkata kepada para pembantu dan tentara-tentara setan, “Masuklah ke dalamnya (hati) sesuai dengan nafsu dan selera yang ia mau. Lihatlah tempat-tempat kesukaannya, dan apakah yang ia sukai. Siapkan dan iming-imingilah dengan barang kesukaannya.

Gambarkanlah bentuk kekasihnya, baik pada saat terjaga maupun tertidur. Jika ia sudah mulai tenang dan diam serta tidak menyerang lagi, lemparkanlah kail dan pengait syahwat serta sederet impian semu, kemudian seretlah ia ke hadapan kalian.

Jika hati telah terperdaya dan mengikuti keinginan kalian, berarti kalian telah menguasai gerbang-gerbang hati, yaitu mata, telinga, lidah, mulut, tangan, dan kaki.

Kuasailah gerbang-gerbang itu dengan penuh kewaspadaan. Selama kalian bias masuk dari pintu nafsu ke dalam hati, ia menjadi tiada berdaya, alias tertawan, dan penuh luka. Jangan sampai kalian biarkan ada tentara lain yang merebut gerbang itu dari tangan kalian. Karena mereka akan mengusir kalian dari singgasana hati.

Jika kalian menang, bersungguh-sungguhlah untuk melemahkan dan memperdayakan serangan tentara-tentara hati supaya mereka tidak bias merebut kembali hati yang sudah kita kuasai. Tentara-tentara itu tidak akan berpengaruh apa-apa jika kita sudah memperlemahnya.

Jika kalian sudah menguasai gerbang-gerbang ini, cegahlah gerbang penglihatannya agar tidak digunakan untuk berpikir. Jadikanlah pandangannya itu hanya untuk menonton hiburan atau berhura-hura dan menganggap baik segala hal yang buruk.

Jika pandangannya tetap digunakan untuk berpikir, rusaklah dia dengan pandangan yang melalaikan, syahwat, dan menganggap baik segala hal. Senjata semacam itulah yang paling dekat, paling mengena, dan paling disenangi oleh nafsu.

Kuasailah mata, karena dari situlah kalian akan mencapai tujuan kalian. Sesungguhnya, tidak ada sesuatu paling jitu yang digunakan untuk merusak bani Adam melebihi penglihatannya.

Karena melalui penglihatan mata, aku taburkan benih-benih syahwat dalam hatinya. Aku sirami ia dengan air angan-angan, dan aku terus meniupkan angan-angan dan janji-janji sampai akarnya menjadi kuat, kemudian aku kendalikan ia dengan kendali syahwat hingga benar-benar terlepas dari segala penjagaan dan pengawasan tentara-tentara hati.

Oleh karena itu, jangan kalian remehkan gerbang hati yang bernama mata ini, hancurkan ia sekuat tenaga kalian, dan jadikan pandangan mata masalah yang remeh baginya. Katakana kepadanya, “seberapa besarkah pengaruh pandangan matamu yang sanggup menyerumu untuk bertasbih kepada Al-Khaliq?”

Selanjutnya, kuasai dan jagalah telinganya agar tidak dimasuki hal-hal yang akan merusak usaha kalian, bekerja keraslah agar tiada hal yang masuk ke dalam telinga, kecuali yang batil. Sesuatu yang batil itu ringan bagi nafsu bani Adam, sangat mengasyikkan dan menyenangkannya.

Pilihlah kata-kata yang indah dan manis untuk telinga dan pikirannya. Campurlah dengan hal yang disukai nafsunya. Pancinglah dengan kata-kata, jika ia mendengarkannya, bisikkanlah kata-kata yang lain. Setiap kali kalian dapati telinga itu menganggap baik segala yang kalian sampaikan, bakarlah nafsunya dengan menyebut kata-kata itu.

Jangan sekali-kali kalian membiarkan apapun memasuki gerbang ini, baik berupa firman Allah, sabda Rasulullah SAW, maupun nasehat orang-orang bijak. Jika kalian kalah sehingga kata-kata baik itu berhasil memasuki telinga, halangilah ia dari memahami dan memikirkan secara mendalam semua kata-kata hikmah itu atau menerimanya sebagai nasehat; baik dengan memasukkan pemahaman yang berlawanan maupun dengan mengangkat dan membesar-besarkannya. [1]

Kemudian setan melanjutkan, “Bergeraklah kalian ke celah lisan, ia adalah celah terbesar. Lisan adalah celah pertama menuju sang raja. Ajaklah ia untuk membicarakan hal-hal yang merusak dan tidak bermanfaat baginya. Cegahlah agar ia tidak mengucapkan sesuatu yang bermanfaat, seperti zikir kepada Allah, beristighfar kepada-Nya, membaca Kitab-Nya, menasehati hamba-Nya, dan berbicara dengan ilmu yang bermanfaat. Misi kalian dalam menduduki celah ini ada dua hal, tidak penting misa mana dari keduanya yang berhasil kalian lakukan, karena keduanya sama:

Pertama: Berbicara hal yang batil. Orang yang berbicara dengan hal-hal yang batil adalah saudara kalian, ia adalah tentara dan pembantu terhebat kalian.

Kedua: Diam dan tutup mulut dengan kebenaran yang ia ketahui. Orang seperti ini juga saudara kalian. Bedanya yang ini bisu, sedang saudara kalian yang pertama bisa berbicara. Boleh jadi yang kedua ini lebih bermanfaat untuk kalian.”

Setan melanjutkan, “Ketahuilah, pembantu terbesar kalian untuk menduduki celah ini adalah berdamai dengan nafsu ammarah. Kalian harus saling membantu dengan nafsu ini. Dukunglah ia untuk melawan nafsu muthmainnah, berusaha keraslah untuk mematahkan dan memudarkan kekuatannya. Tiada jalan kecuali dengan memotong pasokan untuknya.

Wahai pasukanku! Manfaatkanlah dua tentara agung yang kalian tidak akan kalah dengan keberadaan keduanya.

Pertama: Tentara yang bernama ghaflah (lalai). Buatlah hati bani Adam melalaikan Allah dan alam akhirat dengan segala cara. Ia merupakan sesuatu yang paling bisa membuat tujuan kalian tercapai. Jika hati sudah lalai dari Allah, dengan mudah kalian akan mengalahkannya.

Kedua: Tentara yang bernama syahwat. Hiasilah syahwat di bani Adam dan percantiklah ia di mata mereka. Gempurlah ia dengan kedua tentara ini.”

Ad-Dâ’ wa Ad-Dawâ’, dengan perubahan redaksi.
Dari buku: JANGAN SHALAT BERSAMA SETAN!
Syaikh Mu’min Al-Haddad
Penerbit: AQWAM, Solo 2007.


[1] Maksudnya, tiada lain bahwa setan berada di celah telinga, ia memasukkan hal-hal yang membahayakan manusia dan tidak berguna baginya. Kemudian, ia melarang masuknya sesuatu yang bermanfaat bagi manusia. Jika ada hal baik masuk yang lepas dari pengawasannya, maka segera ia merusaknya.

Aku bertakbiratul ihram dengan mengangkat kedua tanganku setinggi pundak/bahu, sedangkan saudaraku mengangkat kedua tangannya sejajar telinga.

Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata: Aku melihat Rasulullah saw. mengangkat kedua tangan hingga sejajar pundak ketika memulai salat, sebelum rukuk dan ketika bangun dari rukuk. Beliau tidak mengangkatnya di antara dua sujud. (Shahih Muslim No.586)

“Sesungguhnya Rasulullah SAW dahulu apabila bertakbir, mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan dua telinganya. Dan apabila akan ruku’ mengangkat kedua tangannya sejajar dengan dua telinganya, dan apabila mengangkat kepalanya dari ruku’ dengan mengucap Sami’alloohu liman hamidah berbuat seperti itu”. [HR Ahmad dan Muslim, dan lafadh bagi keduanya], “Sehingga kedua tangannya itu sejajar dengan kedua telinganya”. [Dalam Nailul Authar juz II, hal 205]

Aku tidak membaca Surat Al-Fatihah (di belakang imam pada rokaat) ketika imam membaca Al-Fatihah dan Ayat-ayat Al-Qur’an secara jahr (diperdengarkan), sedangkan saudaraku tetap membacanya.

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :”Dijadikan imam itu hanya untuk diikuti. Oleh karena itu apabila imam takbir, maka bertakbirlah kalian, dan apabila imam membaca, maka hendaklah kalian diam (sambil memperhatikan bacaan imam itu)…” (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud no. 603 & 604. Ibnu Majah no. 846, An-Nasa-i. Imam Muslim berkata: Hadits ini menurut pandanganku Shahih).

Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. Al A’raaf {7}: 204)

Hadis riwayat Ubadah bin Shamit ra.: Bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda: Orang yang tidak membaca surat Al-Fatihah, tidak sah salatnya. (Shahih Muslim No.595)

Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: Tidak ada salat kecuali dengan bacaan surat Al-Fatihah. (Shahih Muslim No.599)

Aku turun untuk bersujud dengan meletakkan lututku (ke lantai) terlebih dahulu (sebelum tangan), sedangkan saudaraku meletakkan tanggannya duluan (sebelum lutut).

Dari Waa’il bin Hujr, ia berkata,” Saya melihat Rasulullah صلی الله عليه وسلم apabila bersujud, beliau meletakkan dua lututnya sebelum dua tangannya. Dan apabila bangkit (dari sujud), beliau mengangkat dua tangannya sebelum dua lututnya”. [HR Al-Khamsah kecuali Ahmad, dan lafadh itu bagi At Tirmidzi juz I, hal 168]

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah صلی الله عليه وسلم pernah bersabda,”Apabila seseorang diantara kalian sujud, maka janganlah kalian mendekam sebagaimana mendekamnya unta, dan hendaklah meletakkan kedua tangannya kemudian dua lututnya”. [HR Ahmad, Abu Dawud, An Nasa’i]

Aku duduk sebentar sebelum berdiri menuju rokaat genap, sedangkan saudaraku langsung berdiri (setelah sujud).

Dari Malik bin Al-Huwairits, sesungguhnya ia melihat Nabi صلی الله عليه وسلم melakukan shalat. Maka apabila bangkit dari raka’at yang ganjil dari shalatnya, beliau tidak bangkit sehingga duduk dengan sempurna”. [HR Al Jama’ah, kecuali Muslim dan Ibnu Majah, Nailul Authar juz II, hal 300]

Aku bangkit menuju rokaat berikutnya dengan mendahulukan tanganku  (sebelum lutut) dan menekankannya pada pahaku, sedangkan saudaraku mendahulukan mengangkat lututnya sebelum tangannya.

Dari Waail bin Hujr, ia berkata,”Sesungguhnya Nabi صلی الله عليه وسلم ketika akan sujud, dua lututnya lebih dulu mengenai bumi sebelum dua tangannya. Dan ketika sujud, beliau meletakkan dahinya di antara dua tapak tangannya dan menjauhkan (tangannya) dari ketiaknya. Dan apabila bangkit, beliau bangkit atas dua lututnya dan menekan pada dua pahanya”. [HR Abu Dawud, dalam Nailul Authar juz II, hal 300]

Dari Waail bin Hujr, ia berkata,”Aku melihat Nabi صلی الله عليه وسلم apabila sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, dan apabila bangkit, beliau mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya”. [HR Abu Dawud juz I, hal 222]

Aku duduk at-Tahiyat sambil mengarahkan telunjuk tangan kananku lurus ke arah kiblat, sedangkan saudaraku mengerak-gerakkan telunjuk tangan kanannya.

Dari Ibnu Umar, ia berkata,”Adalah rasulullah صلی الله عليه وسلم apabila duduk dalam shalat (duduk at-tahiyyat), beliau meletakkan dua tangannya pada dua lututnya, dan mengangkat jarinya yang kanan, yaitu jari yang di sebelahnya ibu jari (jari telunjuk), lalu beliau berdo’a dengannya. Sedangkan tangannya yang kiri pada lututnya yang kiri dengan menghamparkan padanya”. Dan dalam suatu lafadh,”Adalah beliau صلی الله عليه وسلم apabila duduk di dalam shalat (duduk at-tahiyyat), meletakkan tapak tangannya yang kanan pada pahanya yang kanan dan menggenggam jari-jarinya semuanya, dan beliau berisyarat dengan jarinya, yaitu jari yang sebelahnya ibu jari (jari telunjuk). Dan beliau meletakkan tapak tangannya yang kiri pada pahanya yang kiri”. [HR Ahmad, Muslim, dan An Nasa’i, Nailul Authar juz II, hal 316]

dari Waail bin Hujr, bahwasanya ia berkata dalam menerangkan shalatnya Rasulullah صلی الله عليه وسلم,”Kemudian beliau duduk dengan duduk pada kakinya yang kiri, dan meletakkan tapak tangannya yang kiri pada pahanya dan lututnya yang kiri dan menjadikan ujung sikunya yang kanan pada pahanya yang kanan. Kemudian menggenggam dua jarinya (jari manis dan jari kelingking) dan membentuk lingkaran (dengan menghubungkan jari tengah dengan ibu jari) kemudian beliau mengangkat (berisyarat) dengan jarinya (jari telunjuk), maka saya melihat beliau menggerak-gerakkannya dan berdo’a dengannya”. [HR Ahmad, An Nasa’i, dan Abu Dawud, Nailul Authar juz II, hal 315]

Meskipun sholat kita berbeda, kita tetap bersaudara. Buktinya, kita tetap berjamaah bersama. Tidak mungkin kita saling memerangi, memusuhi, atau saling menjelekkan hanya karena perbedaan ini.


Catatan:

Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata: Ketika selesai perang Ahzab, Rasulullah صلی الله عليه وسلم berseru kepada kami: Tidak ada seorang pun yang salat Zuhur kecuali di daerah Bani Quraidhah! Orang-orang yang khawatir tertinggal waktu salat, mereka segera salat sebelum tiba di daerah Bani Quraidhah. Tetapi yang lain mengatakan: Kami tidak akan melakukan salat kecuali di tempat yang telah diperintahkan oleh Rasulullah saw. walaupun waktu salat berlalu. Ternyata Rasulullah صلی الله عليه وسلم Tidak menyalahkan keduanya. (Shahih Muslim No.3317)

Download As PDF

Kisah Hari Sabtu, kisah ini diberitakan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 163-169.

Ayat ini menceritakan tentang sebuah desa orang-orang Yahudi yang terletak di pesisir lautan, yaitu sebuah desa pesisir di antara desa-desa yang mereka diami.

Orang-orang Yahudi setempat telah diperintahkan Allah untuk tidak berburu dan menangkap ikan pada hari Sabtu dan mereka dibolehkan menangkapnya pada hari-hari lain dalam sepekan.

Allah telah menguji mereka dengan kewajiban ini, dimana ikan-ikan itu menjauhi mereka dan jarang ditemui pada hari-hari dibolehkannya menangkap ikan, sementara pada hari Sabtu ikan-ikan itu justru banyak mendatangi mereka dengan terapung-apung di sekitar mereka.

Setan pun membisiki hati sekelompok orang dari penduduk desa dan membujuk mereka untuk menangkap ikan. Akan tetapi, bagaimana caranya agar mereka dapat mengelak dari perintah Allah tersebut? Setan menunjukkan alibi, cara tipu daya, serta membimbing mereka kiat agar dapat menangkap ikan pada hari sabtu.

Penduduk desa itu terbagi menjadi dua kelompok dalam menghadapi kelompok yang melanggar batas tersebut. Kelompok pertama adalah orang-orang shaleh dari para da’i yang menjalankan kewajiban mereka dalam dakwah dan memprotes orang-orang yang mengakali perintah-perintah Allah dengan berbagai alibi, pelanggaran, dan perburuan mereka pada hari Sabtu.

Kelompok kedua adalah orang-orang yang berdiam diri, yang diam melihat pelanggaran orang-orang yang melampaui batas, dan mereka justru melontarkan celaan dan penentangan terhadap orang-orang shaleh yang berdakwah, dengan alasan bahwa tidak ada manfaatnya menasehati dan memperingatkan sekelompok orang yang memang sudah sepantasnya binasa dan akan mendapat azab.

Orang-orang yang shaleh itu menjelaskan kepada orang-orang yang mencela mereka dan mendiamkan kemungkaran itu bahwa mereka memprotes kemungkaran itu dengan tujuan untuk melepaskan tanggung jawab di hadapan Allah dan demi menunaikan kewajiban serta agar kiranya mereka mau bertakwa.

Ketika azab Allah menimpa orang-orang yang melampaui batas itu maka Allah mengubah wujud mereka menjadi monyet-monyet hina. Perubahan bentuk wujud ini memang terjadi sesungguhnya. Tidak lama setelah berubah wujud menjadi monyet yang tidak mempunyai keturunan, mereka akhirnya mati.

Allah menyelamatkan orang-orang shaleh para da’i itu. Sementara itu, Al-Qur’an tidak menjelaskan nasib orang-orang yang diam, barangkali karena mereka tidak berarti dan hina di mata Allah. Karena mereka tidak disebutkan bersama orang-orang yang selamat maka tampaknya mereka termasuk orang-orang yang binasa dan terkutuk.

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُوْلِي الأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَـكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ�

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. Yusuf {12}: 111)

Beberapa pelajaran penting dalam kisah ini:

1. Desa Yahudi itu merupakan sebuah contoh desa atau kota dalam corak sikap penduduknya terhadap perintah-perintah Allah, dimana mereka terbagi dalam beberapa golongan dalam menyikapinya. Sekelompok orang diantara mereka melanggar perintah Allah, sekelompok orang menegur dan menghadapinya, dan sekelompok lain bersikap diam dan berpangku tangan dari melakukan aksi kontra dan memberikan nasehat.

2. Sesungguhnya Allah mencoba manusia dan menguji mereka dengan beban kewajiban. Di antara mereka ada yang berjihad melawan hawa nafsunya sendiri sehingga dapat mematuhi dan berhasil, dan diantara mereka ada yang mengikuti hawa nafsunya sehingga melanggar atau melampaui batas dan dia gagal dalam ujian iman tersebut.

3. Ikan-ikan yang datang untuk menghampiri dan menggoda para penduduk desa adalah tentara Allah. Allah telah memerintahkan ikan-ikan itu untuk mendekati mereka pada hari Sabtu dan menjauhi mereka pada hari-hari lainnya, maka ikan-ikan itupun mematuhi dan melaksanakan perintah tersebut. Tidak ada yang mengetahui tentara-tentara Rabb-mu kecuali Dia Yang Maha Suci.

4. Aksi memprotes kemungkaran yang dilakukan oleh para da’i, merupakan bukti yang menunjukkan kekuatan iman dalam hati mereka, adanya semangat dan kepedulian terhadap hukum-hukum Allah, adanya keprihatinan dan kecintaan memberikan kebaikan kepada orang lain (supaya mereka selamat dari azab Allah).

5. Dalam kehidupan ini terdapat individu umat yang merasa cukup dengan sikap kontra yang pasif dan lebih memilih sikap pasif, isolasi, dan eksklusif serta lari dari kancah perjuangan memberi nasehat, dakwah, dan peringatan.

6. Orang-orang yang pasif itu tidak cukup hanya berdiam diri dan berpangku tangan dari memprotes kemungkaran, tetapi justru melakukan kejahatan lain, yaitu melontarkan cercaan (celaan) dan sinis kepada orang-orang mukmin karena mereka melakukan dakwah dan menyampaikan kebenaran.

7. Ketika turun azab, tidak ada jalan untuk selamat kecuali bagi orang yang menjalankan kewajibannya dalam dakwah kepada Allah, yaitu merupakan satu-satunya bahtera keselamatan. Hal ini merupakan sunatullah untuk membalas orang yang berbuat kebaikan dengan kebaikan pula.

8. Orang-orang yang mendiamkan kebenaran, berhak mendapatkan pengabaian, mereka pantas dilalaikan dan dilupakan karena hinanya mereka di sisi Allah dan manusia.

فَلَوْلاَ كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِن قَبْلِكُمْ أُوْلُواْ بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الأَرْضِ إِلاَّ قَلِيلاً مِّمَّنْ أَنجَيْنَا مِنْهُمْ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مَا أُتْرِفُواْ فِيهِ وَكَانُواْ مُجْرِمِينَ
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ

Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.
(QS. Huud {11}: 116-117)

Diambil dari:
Kisah-Kisah Al-Qur’an – Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu, halaman 266 dst.
karya Dr. Shalah Al-Khalidy
Terbitan GEMA INSANI PRESS, Jakarta 1999.

Orang Kristen menyebut Allah sebagai Bapa[1] (Father), meyakini Yesus sebagai Tuhan, meyakini bahwa Yesus setara dengan Allah, meyakini Yesus adalah Allah, menyembah Yesus, meyakini Yesus sebagai perantara antara Allah dengan manusia, meyakini bahwa Tuhan telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, meyakini Tritunggal (Bapa,Yesus,Roh kudus), dan Yesus sebagai penebus dosa.

Sedangkan Umat Islam hanya menyembah kepada Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya, tidak ada siapapun yang setara dengan-Nya. Dan Isa (yang disebut Yesus oleh orang Kristen) adalah seorang Nabi dan Rasul yang diutus Allah untuk Bani Israel.

Tuhan Orang Kristen Beda Dengan Tuhan Orang Islam. Yang disembah atau diTuhankan oleh orang Kristen berbeda dengan Yang disembah orang Islam. Dan kenyataannya memang demikian. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ayat-ayat Alkitab Kristen berikut ini:

kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus. (Galatia 1:3)

namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup.
(1 Korintus 8:6)

Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu. (1 Korintus 1:3) (2 Korintus 1:2) (Efesus 1:2) (Filipi 1:2) (2 Tesalonika 1:2) (Filemon 1:3)

Ia yang memberi kesaksian tentang semua ini, berfirman: “Ya, Aku datang segera!” Amin, datanglah, Tuhan Yesus!
Kasih karunia Tuhan Yesus menyertai kamu sekalian! Amin
.

(Wahyu 22:20-21)

Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,

yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,

melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.

Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati,bahkan sampai mati di kayu salib.

Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,

supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,

dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!

(Filipi 2:5-11)

Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. (Yohanes 1:1)

Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. (Yohanes 1:14)

Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: “Salam bagimu.” Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya. (Matius 28:9)

Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus,
yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada waktu yang ditentukan
.
(1 Timotius 2:5-6)

Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: “Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan.” (1 Timotius 3:16)

Sebab ada tiga yang memberi kesaksian [di dalam sorga: Bapa, Firman (Yesus), dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi]: Roh dan air dan darah dan ketiganya adalah satu. (1 Yohanes 5:7-8)

Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian. (2 Korintus 13:13)

Kasih karunia Yesus Kristus, Tuhan kita, menyertai kamu! (1 Tesalonika 5:28)

Demikianlah konsep ketuhanan dalam agama Kristen, yang telah jelas-jelas menyekutukan Allah. Selanjutnya, perhatikan ayat-ayat suci Al-Qur’an di bawah ini:

سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُواْ الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُواْ بِاللّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ وَبِئْسَ مَثْوَى الظَّالِمِينَ

Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zalim.
(Ali Imran {3}: 151)

Allah, Tuhan seluruh alam, Pencipta langit dan bumi, memerintahkan kepada umat Islam:

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ  لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Katakanlah:

Hai orang-orang kafir,
Aku
tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.

Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.

Untukmu agamamu,
dan untukkulah, agamaku.”

(Al Kaafiruun {109}: 1-6)

Tuhan yang disembah orang Islam berbeda dengan yang disembah orang kafir. Umat Islam hanya menyembah kepada Allah. Setiap hari (minimal 17 kali) ditujukan kepada Allah, umat Islam selalu mengucapkan dalam sholatnya (al-fatihah, diantaranya):

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. (Al Faatihah {1}: 5)

Firman Allah:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ

Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan Dia.” (Al Ikhlash {112}: 1-4)

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat. (Asy Syuura {42}: 11)

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُواْ اللّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَار


Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “
Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam“, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu“. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.
(Al Maa’idah {5}: 72)

لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَـهٍ إِلاَّ إِلَـهٌ وَاحِدٌ وَإِن لَّمْ يَنتَهُواْ عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga“, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (Al Maa’idah {5}: 73)

اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَـهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah[2] dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (At Taubah {9}: 31)

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُواْ فِي دِينِكُمْ وَلاَ تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ إِلاَّ الْحَقِّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِّنْهُ فَآمِنُواْ بِاللّهِ وَرُسُلِهِ وَلاَ تَقُولُواْ ثَلاَثَةٌ انتَهُواْ خَيْرًا لَّكُمْ إِنَّمَا اللّهُ إِلَـهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَن يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَات وَمَا فِي الأَرْضِ وَكَفَى بِاللّهِ وَكِيلا

Wahai Ahli Kitab (Yahudi/Nasrani), janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu[3], dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya[4] yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya[5]. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: “(Tuhan itu) tiga“, berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara. (An Nisaa’ {4}: 171)

Kesimpulannya:

“Tuhan” yang disembah umat Kristen bukanlah Tuhan yang disembah oleh umat Islam.


[1] But to us there is but one God, the Father, of whom are all things, and we in him; and one Lord Jesus Christ, by whom are all things, and we by him. (I Corinthians 8:6, King James Version)

[2] Maksudnya: mereka mematuhi ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan membabi buta, biarpun orang-orang alim dan rahib-rahib itu menyuruh membuat maksiat atau mengharamkan yang halal.

[3] Maksudnya : janganlah kamu mengatakan Nabi ‘Isa itu Allah, sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang Nasrani.

[4] Maksudnya: nabi Isa diciptakan dengan kalimat “kun” (jadilah) tanpa bapak

[5] Disebut tiupan dari Allah karena tiupan itu berasal dari perintah Allah.


Download
Artikel ini dalam format PDF

Tata cara sholat berjamaah (misalnya sholat Maghrib 3 rakaat):

Sebelumnya, sempurnakanlah wudhu, kemudian berdirilah menghadap kiblat, yaitu masjidil haram/makkah {Al Baqarah: 150} [HR Muslim Juz I, hal 298] Tentu saja kita punya niat menjalankannya.

Jika makmum hanya satu orang, maka ia berdiri di sebelah kanan imam (Bukhari 1/177), satu shof dengan imam (Lihat Subulus Salam jilid 2 halaman 31), Tentang posisi lengkap, lihat/download di
http://freestuff.890m.com/PosisiImamdanMakmum.pdf
Makmum wajib mengikuti gerakan imam, dan tidak boleh mendahului imam (Shahih Muslim No.647).

Mulailah sholat dengan Bertakbir (Alloohu-akbar) dan mengangkat kedua tangan sejajar pundak/bahu (Shahih Muslim No.586) atau sejajar dua telinga [Nailul Authar juz II, hal 205]. Kemudian bersedekap di dada, dengan meletakkan tangan kanan di atas pergelangan tangan kiri [HR Ahmad juz 8, hal 225 hadits no. 22026] atau di atas telapak (punggung) tangan kiri (Ibnu Hibban, hadits no. 485) atau menggenggamkan jari-jari tangan kanan pada lengan kiri, berdasarkan hadits Nasa’i dan Daraquthni (shahih).

Kemudian membaca salah satu do’a iftitah secara sirr (pelan/berbisik), misalnya: “Sub-haanaka Alloohumma wabiham-dika watabaa-rokas-muka wata’aalaa jad-duka walaa ilaaha ghoi-ruka” (Abu Dawud dan Hakim, disahihkan oleh Adz-Dzahabi) atau doa iftitah yang lain.
Setelah itu, imam membaca ta’awudz {An Nahl: 98}, dan membaca Al-Fatihah dimulai “Bismillaahir rohmaanir rohiim” dengan diperdengarkan [HR Ad Daruquthni] ataupun tidak diperdengarkan (Sahih Muslim No.605), lalu bacaan Al Fatihah lanjutannya diperdengarkan. Kemudian, Imam dan makmum sama-sama membaca “Aamiin” ( Shahih Muslim No.618 ).

Lalu Imam membaca Surat atau Ayat-ayat Al-Qur’an [HR Abu Dawud] dan makmum hanya diam memperhatikan (Ahmad, Abu Dawud no 603 & 604, Ibnu Majah no 846, An-Nasa-i) {Al-A’raaf: 204} karena bacaan Imam menjadi bacaan makmum juga (Ibnu Abi Syaibah, Ad-Daraquthni, Ibnu Majah, Thahawi dan Ahmad, lihat kitab Irwa-ul Ghalil oleh Syaikh Al-Albani).

Kemudian imam bertakbir (Sahih Muslim 590) dengan mengangkat kedua tangan sejajar pundak/telinga, lalu melakukan Ruku’ dengan meletakkan kedua tangan pada kedua lutut (Al-Bukhari, Abu Dawud, Sahih Muslim no 832) dan merenggangkan jari-jari tangannya [HR Al-Hakim, Bulughul Maram no 290], makmum juga demikian.
Ketika Ruku’ membaca salah satu bacaan Ruku’, misalnya: “Subhaana robbiyal-‘adhiim” [HR Muslim dan At Tirmidzi, dalam Nailul Authar juz 2, hal 273] secara sirr (pelan/berbisik).

Setelah itu, Imam bangkit/berdiri tegak (I’tidal) dengan mengangkat kedua tangan sejajar pundak/telinga sambil mengucapkan “Sami’alloohu liman hamidah” [HR Ahmad, Al Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 2, hal 200] diteruskan membaca bacaan I’tidal, makmum yang mengikuti imam hanya membaca bacaan I’tidal, misalnya: “Alloohumma, robbanaa lakal-hamdu” [HR Al Bukhari juz I: 193] atau bacaan I’tidal yang lain.

Setelah melakukan i’tidal dengan thuma’ninah/tenang (Shahih Muslim No.602), lalu melakukan sujud, yaitu dengan mengucap takbir tanpa mengangkat tangan. Letakkan dua lutut terlebih dahulu [HR Al-Khamsah kecuali Ahmad, lafadh bagi At Tirmidzi juz I, hal 168] lantas disusul dengan meletakkan dua tapak tangan sejajar kedua bahu [HR Abu Dawud dan At Tirmidzi, dalam Nailul Authar juz 2, hal 287] kemudian meletakkan dahi dan hidung [HR Muttafaq ‘alaih, Bulughul Maram no 287]. Jari-jari tangan dirapatkan [HR Al-Hakim, Bulughul Maram no 290] dan siku direngggangkan (dijauhkan) dari rusuk [HR Muttafaq ‘alaih] (Shahih Muslim No.764) serta jari-jari kaki dipancatkan ke bumi.

Setelah Imam meletakkan dahinya di tanah/lantai, barulah makmum ikut bersungkur sujud. ( Shahih Muslim No.728 ) Kemudian membaca salah satu bacaan sujud (secara sirr), misalnya: “Subhaana robbiyal a’laa” [HR Muslim dan At Tirmidzi, dalam Nailul Authar juz 2, hal 273].

Setelah bersujud dengan thuma’ninah, kemudian duduk di antara dua sujud. Yaitu mengangkat kepala dari sujud sambil mengucap “Alloohu Akbar” hingga duduk di atas tapak kaki yang kiri [HR Ibnu Majah juz 1, hal 288 no 893], sedangkan tapak kaki yang kanan ditegakkan pada ujung jari-jarinya, serta meletakkan dua tapak tangan di atas kedua paha dengan meratakan ujung jari dengan lutut.
Dan yang dibaca adalah: “Robbigh firlii-Robbigh firlii” [HR Ibnu Majah juz 1, hal 289 no 897, An Nasa’i juz 2,hal 231] atau bacaan lainnya (secara sirr).

Kemudian melakukan sujud yang kedua, bacaannya sama dengan bacaan sujud pertama. Lalu setelah bersujud dengan thuma’ninah, kemudian melipat kaki kiri dan duduk tegak di atasnya [HR At Tirmidzi juz 1, hal 188], lalu bangkit berdiri untuk melakukan rakaat kedua, bangkit atas dua lutut dan menekan pada dua paha [HR Abu Dawud, dalam Nailul Authar juz II, hal 300]

Rakaat kedua dimulai dengan berdiri lalu bersedekap, dan Imam membaca Al-Fatihah, lalu membaca “Aamiin” bersama-sama dengan makmum, lalu membaca Surat atau Ayat-ayat Al-Qur’an. Dan makmum hanya diam memperhatikan.
Kemudian bertakbir dengan mengangkat kedua tangan, lalu Ruku’, I’tidal, dan seterusnya sampai sujud kedua.

Kemudian bertakbir dan duduk (at-tahiyyat awwal) seperti duduk antara dua sujud, meletakkan tapak tangan kiri pada lutut/paha kiri, dan menggenggam jari-jari tangan kanan di atas paha kanan, lalu berisyarat dengan telunjuk tangan kanan ke arah kiblat [HR Ahmad, Muslim, dan An Nasa’i, Nailul Authar juz II, hal 316] bisa digerak-gerakkan ataupun tidak [HR Ahmad, An Nasa’i, dan Abu Dawud, Nailul Authar juz II, hal 315], jari tengah dan ibu jari membentuk lingkaran.

Dan di dalam duduk at-tahiyyat, membaca tasyahhud, yaitu: “Attahiyyatul mubaarokaatush-sholawaatuth-thoyyibaatu lillaah As-salaamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa rohmatulloohi wa barokaatuh. As-salaamu ‘alaina wa ‘alaa ‘ibaadillaahish-shoolihiin. Asyhadu allaa ilaaha illallooh wa asyhadu anna muhammadar rosuulullooh.” [HR Muslim dan Abu Dawud, Nailul Authar juz II, hal 313]
Lalu diteruskan dengan membaca sholawat, dan inilah salah satu bacaan sholawat: “Alloohumma sholli ‘alaa muhammad wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sholaita ‘alaa aali ibroohiim, wa baarik ‘alaa muhammad wa ‘alaa aali muhammad kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohiim. Fil ‘aalamiina innaka hamiidum-majiid.”

Setelah itu, bangkit (seperti sebelumnya) untuk rakaat yang ketiga. Rakaat yang ketiga dimulai dengan takbir dan mengangkat kedua tangan, lalu imam membaca Al-Fatihah dan “Aamiin” secara sirr, makmum juga membaca Al-Fatihah (Shahih Muslim No.595 dan 599) dan “Aamiin” ( Shahih Muslim No.618 ) secara sirr.

Kemudian bertakbir dengan mengangkat dua tangan dan Ruku’, dan seterusnya sampai sujud kedua.

Kemudian mengucap takbir dan duduk (at-tahiyyat akhir), yaitu duduk dengan meletakkan pantat pada tempat duduknya dengan memasukkan kaki kiri di bawah kaki kanan [HR Al Bukhari, Nailul Authar juz II, hal 306] yang ditegakkan pada ujung jari-jarinya, lalu tangan kanan di atas paha kanan dengan menggenggam jari-jarinya, kecuali jari telunjuk yang dikeluarkan menunjuk ke qiblat (atau digerak-gerakkan) sebagai isyarat dan jari tengah bertemu dengan ibu jari. Adapun tangan kiri diletakkan di atas paha kiri dan ujung jari-jarinya menyentuh lutut.

Dalam duduk tawarruk ini, membaca tasyahhud, sholawat, dan membaca do’a. Salah satu contoh do’a adalah: “Alloohumma innii a’uudzu bika min ‘adzaabil qobri wa min ‘adzaabin naar, wa min fitnatil mahyaa wal mamaat, wa min fitnatil masiihid dajjaal” [HR Al Bukhari juz II, hal 103]

Setelah selesai berdo’a, akhiri ibadah shalat dengan mengucap salam dua kali. Yakni memalingkan kepala ke sebelah kanan lebih dahulu sehingga wajah memandang lurus ke sebelah kanan sambil mengucap salam “Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullooh”. Kemudian memalingkan kepala ke kiri sehingga wajah lurus memandang ke sebelah kiri, dengan mengucap salam seperti itu juga [HR Al-Khamsah] [HR Muslim juz I, hal 357] [HR Abu Dawud juz 1, hal 262]

annaufal.wordpress.com